Siapa kita?

Bahasa kita kadang jiwa, kadang rasa, kadang kata, kadang hati, kadang emosi, kadang tak terkata..

My Thought...

Saturday, December 24, 2011

“Bangsa yang cerdas dalam era globalisasi, bukan bangsa yang terus mengeluh, menyerah, dan marah, tetapi bangsa yang secara cerdas mampu mengalirkan sumber-sumber kesejahteraan yang tersedia di arena global itu. Apakah teknologi, apakah modal, apakah informasi, yang akhirnya kita gunakan dengan baik untuk meningkatkan kesejahteraan kita, meningkatkan kepentingan kita. Sering saya katakan, don’t be a loser, jangan mau jadi orang yang kalah. Mari kita menjadi pemenang, to be a winner dalam globalisasi ini.“Pidato Politik Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada Peringatan Ke-61 Hari Lahir Pancasila: Menata Kembali Kerangka Kehidupan Bernegara Berdasarkan Pancasila; 1 Juni 2006 http://www.presidenri.go.id/index.php/pidato/2006/06/01/248.html

Pidato kepresidenan SBY dalam menyambut hari Pancasila 6 tahun lalu ini bisa mencerminkan bentuk pemerintahan yang ada pada saat ini. Kekerasan di Mesuji (Lampung), Aksi Jahit Mulut para petani Riau dan Jambi hingga Kekerasan bersenjata yang dilakukan oleh aparat negara terhadap rakyat yang sedang duduk damai memprotes kebijaksaan pemerintah di Bima (Sumbawa).

Sebuah proses protes atas ketidak-adilan yang sudah berlangsung selama tahun 2011 dan pada akhir nya harus bersimbah darah. Kemudian dijadikan kambing hitam lagi oleh Negara dengan alasan “Mereka yang mulai mengamuk terlebih dahulu”. Sebuah pernyataan yang bodoh karena bagaimana tidak mengamuk jika aksi damai di hadang dengan aparat negara yang bersenjata lengkap. Apa harus tetap duduk diam jika sebuah peluru siap menembus tubuh?



Menjadi pemenang bukan yang kalah! Kesejahteraan sosial untuk rakyat Indonesia. Adalah semboyan SBY dalam pidato tersebut. Tapi rakyat Indonesia yang mana? Pengusaha dan pemilik modal pertambangan atau para petani dan nelayan yang tanah serta sumber airnya terancam oleh usaha globalisasi para pengusaha tersebut?

Kedua pertanyaan diatas bisa dijawab dengan lanjutan pidato SBY :
“.. Sebagai contoh, kalau ekonomi tumbuh, pengangguran pasti berkurang. Teorinya begitu. Negara berkembang, negara kita, tidak cukup dengan itu. Di samping kita meningkatkan pertumbuhan ekonomi dengan investasi, dengan ekspor, dengan konsumsi dan pengeluaran Pemerintah, mesti ada program-program khusus yang menyerap tenaga kerja secara riil, di kabupaten-kabupaten, di provinsi, di seluruh Indonesia. Begitu cara kita menyatukan antara kepentingan kesejahteraan sosial dan kepentingan pembangunan ekonomi.”

Apakah bercocok tanam itu bukan pekerjaan sehingga harus disingkirkan dan diganti dengan Industri? Apakah menjadi Petani itu artinya tidak menyumbang pada pembangunan?

Dengan bangga Pemerintah mengumunkan peringkat investasi di Indonesia akibat disahkan-nya Undang-Undang Pengadaan Lahan 2011, dimana menempatkan Pemerintah pada posisi kekuasaan tak terbatas untuk mengelola lahan untuk kemakmuran rakyat. Ini sangat sesuai dengan pidato SBY yang hanya melihat jalan untuk berkembang adalah lewat investasi, Yang pastinya mengambil hak atas kepemilikan lahan yang dimiliki oleh rakyat (petani dan nelayan) dengan cara apapun untuk diberikan pada para pengusaha dan pemilik modal.

Sementara media mainstream sibuk memberitakan tentang SALE-SALE komsumtif gaya hidup para kalangan kelas menengah yang sedang booming, menciptakan sebuah paradigma sebuah kehidupan yang paling benar untuk mendukung pembangunan. Tanpa menyadari sebuah lobang raksasa hutang dengan bunga berbunga sedang terjadi, membuat Bank-Bank dengan leluasa mengambil uang-uang atas nama pembangunan.

Sebuah pertumpahan darah rakyat telah terjadi. Sebuah pernyataan penting telah terjadi, yaitu persatuan rakyat akan selalu menang. Meskipun melawan sejata arteleri lengkap dengan tangan kosong, rakyat saat ini sedang bersatu!

Mengutip sebuah lagu Kolam Susu dari Koes Plus tentang Indonesia “..bukan lautan, hanya kolam susu..” lebih tepatnya : kolam darah. Sebuah pertanyaan penting muncul tentang posisi para pembela Hak Asasi Manusia kelas menengah yang sering kali hanya membuat surat pernyataan mengecam, apa kita sudah siap bersimbah darah?


SELAMAT NATAL *ucapan yang terdengar bagai sebuah ironi di tahun 2011*

Vien
25 Desember 2011

0 comments:

 
Copyright (c) 2010 Vien's. Design by Wordpress Themes.

Themes Lovers, Download Blogger Templates And Blogger Templates.