Siapa kita?

Bahasa kita kadang jiwa, kadang rasa, kadang kata, kadang hati, kadang emosi, kadang tak terkata..

My Thought...

Friday, December 3, 2010

Lagi lagi hujan dengan angin dingin menerpa kehadapan. Sekejab menyeret pergi semua keriaan kota, lalu di gantikan kekelaman yang kejam. Kemana perginya keramahan dan kesenangan hidup? Entahlah, barangkali ia bersembunyi di bawah atap atap kemapanan dan enggan berada di jalanan. Barangkali ia seperti debu debu jalan yang tersapu oleh derasnya hujan. Barangkali ia sudah masa bodoh dengan harapan-harapan yang dititipkan pada tetes tetes air yang jatuh menghujam tanah.

“Ah, mengapa pula Jakarta harus hujan malam ini? Jemu dan menyebalkan!”
Dia pun menggerutu, tak terlalu lama, karena ia pikir akan percuma. Bukankah demikian adanya : kehidupan memang menjemukan. Siapa bilang ia penuh kejutan? Itu cuma bisa bisanya Seno Gumira Ajidarma dengan cerita cintanya.

Baginya, semua selalu berakhir sama : ketidakpastian yang berujung pada tragedy. Kita boleh punya rencana, punya cita cita, dan berusaha untuk mencapainya, tetapi hidup tak berjalan seperti kemauan kita. Kita tak pernah tau kemana hidup membawa kita pergi. Barangkali kita tidak akan pernah mencapai tujuan kita. Barangkali kita akan mencapai tujuan kita, tetapi dengan cara yang tidak terduga. Siapa yang tahu, siapa yang menyangka karena realita tak mudah dicerna. Karena faktanya, ia yang semula hendak pergi keliling kota, kini cuma bisa menatapi jendela.

“Hidup tak lagi ramah,” pikirnya.



Hujan seakan akan merangkum semua kesesakan dihatinya – tentang kepergian kekasih, lalu mengapa ia begitu cepat di lupakan.. Menyesali mengapa begitu cepat cinta terhapus..
Ia tertawa hampa. Kembali menatap jendela, lalu ia temui yang nyata. Itu adalah bau hujan di luar jendela. Sudah pasti itu pertanda yang harus ia beri makna. Makna yang akan memberi jawaban atas ribuan pertanyaan yang selama ini bertengger di kepala : Bagaimana cara untuk Bahagia dan Menikmati hidup?

*Seharusnya semudah menikmati segelas kopi tubruk hitam atau mungkin bergelas gelas kopi instan tanpa jeda.*

Barangkali seharusnya ia tidak melarikan diri lagi. Tidak lagi. Barangkali ia harus berhenti meratapi sebuah kepergian hati, dan mulai menciptakan kebahagiaan. Bukankah kebahagiaan itu harus diciptakan, bukan dinanti?
Bahwa kemuraman selalu ada dan hidup memang menjemukan, ia tak hendak membantahnya.
Barangkali cara menikmati hidup hanya dengan : menciptakan kebahagiaan..

Lihatlah betapa berbelit belitnya cara yang harus ia tempuh untuk menemukan jawaban yang mudah ini. Betapa banyak waktu yang ia sia siakan dengan bermuram durja. Enam bulan sejak pertengahan sepuluh tahun lalu? – Astaga!



Bersamaan dengan surutnya derai hujan, ia beringsut berdiri. Mencoba menerobos sisa-sisa hujan yang memudar. Pergi menuju keramaian kota yang bangkit berdiri. Meninggalkan kesesakan dan kesendirian yang terperangkap di dalam kotak duka. Tanpa ia sadari.. kesendirian dalam keramaian itu lebih menyesakkan..

0 comments:

 
Copyright (c) 2010 Vien's. Design by Wordpress Themes.

Themes Lovers, Download Blogger Templates And Blogger Templates.